Kamis, 07 November 2013

Cerpen Super

Nah, untuk memeriahkan bulan bahasa November ini gua coba-coba berpartisipasi. Hehehe. Pertama tuh gua iseng aja ngarang-ngarang. Apa yang gua khayalin gua tulis aja. Eh ternyata di pilih ama guru bindo gua. Masuk 5 besar nih ceritanya di kelas. Masih ada babak penyisihan tau bray. Lawannya satu sekolahan. Gua udah pasrah aja, soal nya tu cerpen ngarang abis dah. Ya sih ada pengalaman pribadi gua di situ. Eh, tau nya cerpen gua masuk, hahahay. Tapi yang bikin gua pusing tuh cerpen gua melebihi syarat untuk di jadiin cerpen. Gua udah nulis 3000 lebih kata.
Padahal untuk cerpen tu max nya cuma 1500 kata. Nah gua edit. Edit. Edit. dari sebelas halaman menjadi tujuh halaman dengan jumlah kata 2086 kata. Itu tuh udah mentokk banget tuh. Menurut gua kalao harus di batasi ntar imajinatif kita sedikit rada-rada pekong. Hehehehe menurut gua aja sih. Lu pada mau baca kan? Nih gua kasih liat.



KAKAKKU PAHLAWANKU
“Yah yang murah yang murah yah…Tiga sepuluh tiga sepuluh… Sayang anak… sayang anak” Suara riuh pedagang pasar rakyat pacu jalur menambah heboh event pacu jalur kali ini. Setiap sudut-sudut kota Taluk Kuantan di isi oleh kios-kios pedagang yang tidak hanya berasal dari dalam kota namun berasal dari berbagai daerah. Segala jenis barang di tawarkan di sini.
 Masyarakat Taluk Kuantan pun tidak kalah antusias dalam menyambut event pacu jalur tahun ini. Semua tumpah ruah memadati arena pacu jalur. Semua kalangan datang dari berbagai pelosok kecamatan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi. Dari ujung ke ujung semua berbaur menjadi satu
Event Pacu Jalur yang rutin di adakan setiap tahun memang menjadi daya tarik pariwisata. Kebudayaan yang turun temurun di lestarikan sampai saat ini. Telah menjadi kepuasaan tersendiri melihat jalur-jalur andalan berlaga di arena pacu.
Di antara riuh gemuruh suara sorak sorai penonton di tepian narosa berdirilah seorang dokter muda  di atas pompong P3K yang melaju. Seorang anak pacu terjatuh dari jalur dan kehabisan nafas tepat pada pancang ke tiga. Pompong P3K segera menyelamatkannya.
Anak pacu yang ternyata seorang pemuda  tersebut di tangani dengan intensif oleh para perawat di bawah komando seorang dokter muda. Dengan cekatan ia memberikan pertolongan. Namun si anak pacu tak kunjung sadar.
“Hubungi petugas lapangan untuk mempersiapkan ambulan. Pasien harus segera kita bawa ke UGD” perintah dokter muda.
Pompong P3K pun segera melaju menuju tepian narosa. Di sana telah menanti sebuah ambulan. Si anak pacu tersebut di gotong menggunakan tandu dari pompong P3K ke mobil ambulan. Dokter muda tersebut ikut mengantarkan si anak pacu.
“Ngiiiiiung…” Suara serine ambulan membelah padatnya kota Teluk Kuantan. Beberapa kali si supir harus menambahkan bunyi serine dengan kelakson ditengah hiruk pikuk suasana pasar yang di padati oleh masyarakat yang seakan enggan memberikan peluang kepada ambulan untuk melaju.
Sesampainya di UGD, si anak pacu lansung di berikan tindakan. Dokter muda yang ikut bersamanya tadi juga ikut dalam bilik yang kini telah ditutup tirai hijau di sekelilingnya. Bau amis darah bercampur padu dengan baun obat-obatan
 “Alhamdulillah” terdengar suara pujian di bilik tempat si anak pacu tadi menerima tindakan, bersamaan dengan terbukanya salah satu sisi tirai hijau yang sedari tadi menutup apik kejadian yang ada di dalamnya. Ternyata si anak pacu telah sadarkan diri. Dokter muda sibuk mengecek catatan yang di berikan suster kepadanya. Di sisi lain bangkar, tampak dua orang suster  sibuk melepaskan alat-alat medis yang membaluti tubuh si anak pacu.
“Bapak tidak perlu memikirkan apa-apa dulu, sebentar lagi keluarga bapak akan datang” senyum dokter muda tersebut kepada si anak pacu ramah.
“Apakah saya terluka parah dok?” Tanya si anak pacu sambil memegang kepalanya.
“Bapak tidak apa-apa.” Jawab dokter muda tersebut.
“Terimakasih doker telah menolong saya”balas si anak pacu sambil meraih tangan kanan dokter yang masih memegang laporan.
 “ Iya pak, itu semua sudah menjadi tanggung jawab dan amanah bagi saya…”
***
“Wah, jalurnya laju sekali.” Kataku sambil sibuk mengamati jalannya pacu jalur dengan teropong yang sejak tadi tergantung di leherku. Dari kejauhan ku lihat tukang onjai (anak pacu yang berdiri paling belakang) kedua buah jalur menari dengan heboh. Anak-anak pacu tampak dengan semangat mengayunkan pengayuh.
“Mana?” Tanya kakakku.”Coba kakak lihat” lanjutnya sambil mengambil paksa teropong yang sedang aku gunakan.
Hari ini adalah hari ketiga berlansungnya even pacu jalur. Sorak sorai penonton menambah riuhnya suasana siang itu. Aku mengamati semua potret itu dari atas pompong P3K. Hari ini aku menemani kakakku bertugas menjadi dokter jaga di pompong P3K. Kakakku adalah seorang dokter. Ia baru saja menyelesaikan pendidikannya pada salah satu universitas ternama di Jakarta dan kini bertugas menjadi dokter di RSUD kotaku.
Aku memang sangat dekat dengan kakakku. Kemanapun ia pergi ia selalu membawaku. Suatu sore, ia mengajakku makan soto di sebuah pondok soto di tepi sungai kuantan.
“Sari, kalau kakak sudah tidak ada lagi Sari mau menggantikan kakak menjadi Dokter?” Tiba-tiba kakak bertanya kepadaku sebuah pertanyaan aneh yang sulit aku mengerti.
“Tentu saja aku mau. Aku ingin seperti kakak.”jawabku polos “Memangnya kakak mau pergi kemana? Mengapa kakak tidak mengajakku?” Tanyaku
“Sari kakak memiliki sebuah benda di paru-paru kakak” kata kakakku tanpa menghiraukan pertanyaanku. Wajahnya tampak sangat serius.
“Apa itu kak? Bolehkah aku melihatnya?” tanyaku sangat penasaran.
“Mmh, mungkin tidak Sari” jawab kakakku sambil tersenyum. Aku tidak mengerti apa yang sedang di bicarakan kakak. Terlalu banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku saat itu.
 “Ada anak pacu hanyut!!!” tiba-tiba seorang perawat berseru sambil mengarahkan telunjuknya ke arah anak pacu yang terjatuh dari jalurnya. Dengan segera pompong P3K melaju ke arah si anak pacu tersebut.
“Hati-hati mengangkatnya” kata kakakku sambil ikut menolong mengangkat si anak pacu yang kini pingsan itu.
“Woy… anak pacu hanyut!!!”terdengar suara sayut-sayut dari penonton. Ternyata salah seorang anak pacu dari jalur lawan juga terjatuh. Segera pompong P3K diarahkan ke seberang  untuk menolong si anak pacu. Sesampainya di seberang ternyata sudah ada dua orang anak pacu lainnya yang menolong si anak pacu yang terjatuh. Segera dua orang anak pacu yang menolong tadi mengangkat temannya yang pingsan ke atas pompong P3K.
“BRENGSEK,” hardik salah seorang anak pacu yang mengenakkan ikatan kepala kepada para petugas P3K. Badannya yang kurus kini basah kuyup karena menolong temannya tadi. “Temanku hampir mati karena kalian semua.” Lanjutnya sambil menunjuk-nunjuk temannya yang kini sedang di beri pertolongan.
“Woy, brengsek, dasar dokter tidak becus!!! Cepat tolong teman saya!!!” Tiba-tiba anak pacu yang tidak menggunakan ikatan kepala mencekram kera baju kakakku seakan-akan hendak memukul kakakku. Beberapa petugas P3K berusaha melerai.
“Kakak” bisikku pelan. Ku lihat kakak berusaha melepaskan cengkrman si anak pacu. Kakak dengan tenang berbicara kepada anak pacu tersebut dengan sabar dan tenang.
“Di sini saja Sari” kata bapak pengemudi pompong tiba-tiba kepadaku sambil mengusap lembut kepalaku.
“Pak mengapa mereka memarahi kakakku?” tanyaku balik kepada bapak pengemudi pompong. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepalaku. Entah mengapa pertanyaan itu yang meluncur dari mulutku. Sekilas kulihat bapak pengemudi tersenyum kepadaku.
            Cengkraman si anak pacu mulai melemah. Perlahan anak pacu tersebut melepaskan cengkramannya. Kakakpun segera memeriksa keadaan kedua anak pacu. Tampak wajah kelelahan menghiasi wajah kakak. Dengan dibantu beberapa perawat kakak terus memberikan tindakan kepada kedua anak pacu yang masih tergeletak pingsan di atas lantai pompong. Kedua anak pacu yang sedari tadi mengamuk-ngamuk kini terdiam melihat para petugas yang sibuk.
            “Tolong kamu pompa dadanya” perintah kakakku kepada seorang perawat. Perawat tersebut pun segera menekan-nekan dada si anak pacu.
            “uhuuuuk… uhuuuuk….” Tiba-tiba si anak pacu terbatuk-batuk. Wajahnya memerah seketika. Dua orang anak pacu yang telah menolongnya tadi lansung menghampirinya.
            “Tolong hubungi petugas lapangan! Pasien ini harus segera di beri pertolongan lebih lanjut.” Perintah kakakku kepada seorang perawat dan pompong P3K pun segera merapat ke tepian narosa. Anak pacu yang pertama kali terjatuh tadi masih belum sadarkan diri.
            Sesampainya di tepian narosa, si anak pacu yang masih belum sadarkan diri tadi di bawa ke dalam ambulan dengan menggunakan tandu. Beberapa petugas menemaninya di dalam ambulan. Ambulan pun segera melaju membelah keramaian.
            “Sari” kakakku menghampiriku sambil tersenyum. Guratan lelah masih tampak di wajahnya. “kamu tidak apa-apakan?” tanyanya dengan nada lembut. Guratan lelah masih saja menghiasi wajahnya. Tampak bulir-bulir keringat mengucur di wajahnya.
            “Aku tidak apa-apa kak.
“Dok,” tiba-tiba pundak kakakku ditepuk oleh seseorang yang ternyata si anak pacu yang tadi mencengkram kera baju kakak. “maaf tadi saya terlalu emosi.” Lanjutnya dengan nada penyesalan.
            “Ya, saya mengerti” jawab kakak sambil tersenyum ramah.
            “Sekali lagi terima kasih banyak dok.” Kali ini anak pacu yang tadi terjatuh dari jalur yang berbicara. Kedua temannya memapah tubuhnya. Wajahnya terlihat agak pucat.
            “ya sama-sama. Memang itu tugas saya di situasi seperti ini.” Jawab kakakku.
            “baiklah dok, kami mohon pamit dulu. Sekali lagi saya minta maaf dok.” Kata si anak jalur yang mencekram kera baju kakakku tadi. Kakak hanya membalas dengan anggukan. Mereka bertigapun pamit dan berlalu meninggalkan pompong.
            “Mengapa kakak mau menolong mereka tadi? Padahalkan mereka jahat kepada kakak.” Kataku saat pompong P3K telah meninggalkan tepian narosa.
            “Karena itulah tugas seorang dokter Sari. Kita harus menolong sesama kita tanpa membeda-bedakan siapa yang kita tolong itu. Biarkan saja mereka menjahati kita yang penting kita sudah berniat baik untuk mereka,” kata kakakku mencoba menasehatiku. Tiba-tiba ia bertekuk di depanku, “ingat sari, sesuatu yang baik itu tidak akan pernah sia-sia. Kamu mengerti?” lanjutnya sambil mengenggam tanganku. Aku membalasnya dengan anggukan pertanda aku paham apa yang di katakan kakakku.  
“Dokter baik-baik saja? Anda terlihat pucat siang ini.” Tiba-tiba seorang perawat mendekati kakakku.
“Saya baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan.” Jawab kakak
“BOOOOOM” bunyi cagak pertanda jalur telah di lepas. Kedua jalur yang kini sedang berlaga saling berlomba untuk menjadi yang pertama sampai di pancang finish. Anak coki kedua jalur mulai berdiri dan menari-nari.
“KAAAAAYUUUUAAAAAH” Teriakan timboruang (anak pacu yang terletak di tengah jalur bertugas membuang air yang masuk ke jalur) menambah semangat anak-anak pacu mengayuh jalur. Sambil memukul-mukul air ia terus berteriak membakar semangat anak-anak pacu siang hari yang panas itu. Tukang onjai tidak kalah heboh bergoyang-goyang.
“Ada anak pacu hanyut!!!” tiba-tiba seorang perawat berseru sambil mengarahkan telunjuknya ke arah anak pacu yang terjatuh dari jalurnya. Bapak kemudi pompong lansung meng_engkol mesinnya. Namun pompong tidak mau hidup. “ minyaknya habis..”bapak tersebut terlihat pucat.
“Apa? Bagaimana ini?” kakak sangat panik. Kemudian menghubungi seseorang.
“Halo,, pompong kami kehabisan minyak, jemput saya disini. Cepat!” kakak sedikit berteriak. Terlihat sangat kesal dan agak emosi. Aku takut melihat ekpresi kakak. Dia begitu mengkuatirkan anak pacu yang terjatuh itu.
“Sari, sari disini dulu sama bapak kemudi ya? Kakak pindah kepompong satunya lagi untuk menolong anak pacu yang terjatuh disana”
“Tapi kak,, “
“Kakak pasti akan jemput sari disini. Okey?” kakak memegang kedua bahuku sambil menatap mataku. Aku mengangguk mengiyakan, padahal sebenarnya aku ingin ikut bersama kakak. Aku khawatir melihat kakak yang terlihat sangat cemas. Ada sesuatu yang mengganjal dihatiku saat ini, entahlah apa itu.
Sebuah pompong P3K mendekati pompong kami, kakak segera meloncat.  Aku ditinggal sendiri bersama bapak kemudi.
Pompong mereka segera melaju meninggalkan kami. Gelombang dari pompong tersebut membuat pompong kami sedikit bergoyang. Mulut kakak masih mengatakan sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang dikatakannya karena pompong yang membawa kakak meleset jauh.
 “Semuanya akan baik-baik saja, Sari” tiba-tiba bapak kemudi berkata seakan mengarti perasaanku.
Kenapa semua ini terasa aneh sekali. Otakku saling berdebat. Akh! Tidak seharusnya aku seperti ini. Kakak pasti marah jika aku cengeng seperti ini. Aku mengambil teropong dan melihat kedua jalur telah sampai dipnacang finish. Semua dayung terangkat keatas dari jalur sebelah kanan pertanda pacu undian pertama tlah mereka menangkan. Semua penomton ditepian narosa berteriak senang, riuh gemuruh
Lalu ku arahkan teropongku kea rah pompong yang di tumpangi oleh kakakku tadi. Terlihat sekilas seseorang terjtuh dari pompong. Semua petugas P3K terlihat sibuk dan panik. Aku tidak melihat kakak diantara para petugas yang berdiri diatas pompng. Aku hanya melihat mereka semua sibuk dan heboh. Dimana kakak?? Batinku.
 “Ka.. kak..” aku tak bisa meneruskan kata-kata lagi.
“Kenapa sari? ” bapak kemudi berusaha memegang aku yang hamper terjatuh.
Dadaku semakin sesak karena tidak bisa mengatakan apa-apa. Semua kata-kata yang ada yang diotakku tersumbat dikerongkonganku. Kepalaku terasa berat sekali, aku masih berusaha melihat kearah pompong kakak yang terihat samar. Selruh penonton seakan terdiam ditempat mereka masing-masing. Hening. Dimensi waktu terasa berjalan dengan slow motion yang lambat. Semakin lama semua terasa semakin gelap,gelap dan HITAM.
***
Aku terbangun disebuah ruangan yang dipenuhi bau obat-obatan. Otakku berputar dan akhirnya aku tahu, ini dirumah sakit. Akh! Kepalaku terasa sakitAku mencoba berajak dari tempat tidurku.
 “Sari, kamu mau ke mana nak?” tiba-tiba ibu menghampiriku dengan sedikit berlari-lari kecil.
  “Dimana kakak bu?” Tanyaku sedikit takut
Ibu memelukku dengan erat seakan-akan aku akan pergi meninggalkannya “Kak Adit sudah pergi sayang.” Jawab ibuku sambil menatap dalam mataku.
“Kakak pergi kemana bu? Mengapa Sari di tinggal?” tanyaku. Ibu tidak menjawab pertanyaanku dan kembali memelukku. Mau tidak mau yang pasti kakak tidak akan pernah kembali lagi.
Akhirnya aku tahu mengapa kakak bertanya maukah aku menggantikannya menjadi dokter. Ternyata kakakku mengidap semacam penyakit yang aneh. Ada jamur yang tumbuh di saluran paru-parunya. Penyakit ini ternyata telah lama ia idap. Namun ia tidak pernah bercerita kepada Ayah dan Ibu karena kakak takut mengecewakan ayah dan ibu. Ayah sangat mengharapkan kakak menjadi seorang dokter.Hal itulah yang membuat kakak bertahan selama itu. Dan hanya denganku lah kakak bercerita tentang penyakitnya.
Aku hanya bisa bergumam dalam hati, lagipula apa yang telah di mengerti bocah 10 tahun sepertiku. Aku merasa bodoh tidak menanggapi perkataan kakakku saat itu. Namun aku berjanji akan menepati janji yang sudah terlanjur aku buat kepada kakakku saat di warung soto.
***
“Begitulah pak, kisah hidup saya. Saya hanya menjalankan tugas dan amanah yang di embankan kepada saya. Saya juga ingin menepati janji saya kepada kakak saya.” Kata dokter muda tersebut.
 “Mari pak, saya tinggal dulu” lanjut dokter muda sambil tersenyum ramah.
“Yah, mari dok” jawab si anak pacu.
 
Gimana menurut lu pada? sedih ya? di tunggu komenn nya yo!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar